Tentang Teguh
Teguh Yuono, Lahir di Mandalasari, 7
Mei 1991, adalah anak ke-dua dari 4
bersaudara dari pasangan Bapak Sukarno dan Ibu Tursinah. Masa kecilnya
dihabiskan di Desa Mandalasari, Kecamatan Sragi, Lampung Selatan, dan mengenyam
pendidikan di SDN 1 Mandalasari dari 18 Juli 1997 hingga tamat tahun 2002, kemudian
melanjutkan pendidikan di SLTP PGRI 1 Sragi dan tamat tahun 2005 serta melanjutkan ke SMA
Utama Bakti, Sragi hingga tamat tahun 2008. Penulis pada tahun 2008 melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Politeknik
Negeri Lampung pada strata D-III Program Studi Produksi Tanaman Perkebunan melalui
jalur beasiswa hasil kerja sama Pemerintah Daerah Lampung,
Perhiptani, dan Politeknik Negeri Lampung.
Teguh Yuono , Lahir di Mandalasari, 7 Mei 1991, adalah anak ke-dua dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak Sukarno dan Ibu Tursinah. Mas...
Pengolahan karet alam 3
Penggumpalan dapat dibagi 2 yaitu :
- Penggumpalan spontan
- Penggumpalan buatan
Lateks kebun akan menggumpal atau
membeku secara alami dalam waktu beberapa jam setelah dikumpulkan. Penggumpalan
alami atau spontan dapat disebabkan oleh timbulnya asam-asam akibat terurainya
bahan bukan karet yang terdapat dalam lateks akibat aktivitas mikroorganisme.
Hal itu pula yang menyebabkan mengapa lump hasil penggumpalan alami berbau
busuk. Selain itu, penggumpalan juga disebabkan oleh timbulnya anion dari asam
lemak hasil hidrolisis lipid yang ada di dalam lateks. Anion asam lemak ini sebagaian besar akan bereaksi dengan ion magnesium dan
kalsium dalam lateks membentuk sabun yang tidak larut, keduanya menyebabkan
ketidakmantapan lateks yang pada akhirnya terjadi pembekuan. Prakoagulasi
merupakan pembekuan pendahuluan tidak diinginkan yang menghasilkan lump atau
gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan. Kejadian seperti ini biasa terjadi
ketika lateks berada di dalam tangki selama pengangkutan menuju pabrik
pengolahan. Hasil sadapan yang mengalami prakoagulasi hanya dapat diolah
menjadi karet dengan mutu rendah seperti karet remah jenis SIR 10 dan SIR 20.
Prakoagulasi dapat terjadi karena kemantapan bagian koloidal yang terkandung di
dalam lateks berkurang akibat aktivitas bakteri, guncangan serta suhu
lingkungan yang terlalu tinggi. Bagian-bagian koloidal yang berupa partikel
karet ini kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran
lebih besar dan membeku. Untuk mencegah prakoagulasi, pengawetan lateks kebun
mutlak diperlukan, terlebih jika jarak antara kebun dengan pabrik pengolahan
cukup jauh. Zat yang digunakan sebagai bahan pengawet disebut dengan zat
antikoagulan. Syarat zat antikoagulan adalah harus memiliki pH yang tinggi atau
bersifat basa. Ion OH- di dalam zat antikoagulan akan menetralkan
ion H+ pada lateks, sehingga kestabilannya dapat tetap terjaga dan
tidak terjadi penggumpalan. Terdapat beberapa jenis zat antikoagulan yang
umumnya digunakan oleh perkebunan besar atau perkebunan rakyat diantaranya
adalah amoniak, soda atau natrium karbonat, formaldehida serta natrium
sulfit . Penggumpalan
spontan biasanya disebabkan oleh pengaruh enzim dan bakteri, aromanya sangat berbeda dari yang segar dan
pada hari berikutnya akan
tercium bau yang
busus. Proses penggumpalan
spontan ini dikenal dengan prakoagulasi lateks. Sedangkan penggumpalan buatan biasanya dilakukan dengan penambahan asam,
seperti asam asetat (asam cuka) dan asam formiat (asam semut).
Jumlah asam yang dibutuhkan tergantung
dari kadar karet kering lateks, yakni 0.04% per kg
karet kering (asam formiat) atau 0.02 % per kg karet kering (asam asetat). Dengan cara ini lateks akan
menggumpal 3-4 jam sesuai dengan mekanisme pengolahan lateks di pabrik
pengolahan karet remah. Dasar penetapan volume asam ini sebenarnya kurang
tepat karena prinsip dasar proses koagulasi adalah menurunkan pH lateks segar (± pH 6.9) menjadi pH lateks penggumpalan (pH 4,0-4,7). Dengan cara ini lateks akan menggumpal 15-30 menit. Namun demikian, penggunaan asam dapat
dipertimbangkan dengan waktu mekanisme proses pengolahan. Penggumpalan dengan penggunaaan asam dengan
pH sekitar 4,7 membutuhkan waktu singkat, sedangkan persiapan untuk proses
selanjutnya dibutuhkan waktu 3-4 jam, sehingga volume asam dapat
dikurangi. Penggunaan asam yang berlebihan selain dapat menyebabkan
inefisiensi juga menyebabkan pengerasan koagulum. Koagulum yang lebih keras menyebabkan energi
yang dibutuhkan lebih besar karena menambah jumlah penggilingan yang sudah
barang tentu menambah waktu dan biaya.
Penentuan jumlah volume asam
yang dibutuhkan untuk koagulasi
yang lebih sesuai dengan waktu, maka
pemakaian asam dapat lebih efisien, dan menghasilkan koagulum yang lebih
seragam sehingga proses penggilingan lebih mudah dan hasil lebih seragam.
Penggunaan asam yang bervariasi menyebabkan waktu pengeringan karet berbeda,
kekerasan koagulum berbeda, sehingga jumlah penggilingan juga berbeda sehingga
mempengaruhi mutu karet yang dihasilkan.
Proses penggumpalan (koagulasi) lateks terjadi karena penetralan muatan partikel
karet, sehingga daya interaksi karet dengan pelindungnya menjadi hilang.
Partikel karet yang sudah bebas akan bergabung membentuk gumpalan. Penggumpalan karet didalam lateks kebun (pH ±
6,8) dapat dilakukan dengan penambahan asam untuk menurunkan pH hingga tercapai
titik isoelektrik yaitu pH dimana muatan positif sehingga elektrokinetis
potensial sama dengan nol. Titik isoelektrik karet didalam lateks kebun segar
adalah pada pH 4,5 – 4,8 tergantung jenis klon. Asam penggumpal yang banyak
digunakan adalah asam formiat atau asetat dengan karet yang dihasilkan bermutu
baik. Penggunaan asam kuat seperti asam sulphate atau nitratpat merusak mutu karet
yang digumpalkan.
Penambahan bahan-bahan yang dapat mengikat air seperti
alcohol juga dapat menggumpal partikel karet, karena ikatan hidrogen antara
alcohol dengan air lebih kuat dari pada ikatan hidrogen antara air dengan
protein yang melapisi partikel karet, sehingga kestabilan partikel karet
didalam lateks akan terganggu dan akibatnya karet akan menggumpal. Penggumpalan
alcohol sebagai penggumpal lateks secara komersil jarang digunakan. Penambahan
elektrolit yang bermuatan positif akan dapat menetralkan muatan partikel karet
(negatif), sehingga interaksi air dengan partikel karet akan rusak,
mengakibatkan karet menjadi menggumpal. Sifat karet yang digumpalkan dengan
tawas kurang baik, karena dapat mempertinggi kadar abu dan kotoran karet.
Penggumpalan dapat dibagi 2 yaitu : Penggumpalan spontan Penggumpalan buatan Lateks kebun akan menggumpal atau membeku ...
Pengolahan karet alam 2
Lateks adalah
sistem koloid yang kompleks terdiri dari partikel karet sebagai fase disperse
dan bahan bukan karet sebagai medium dispersi yang terdispersi dalam cairan
yang disebut serum. Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan
karet (non-rubber) yang terdispersi di dalam air . Lateks juga merupakan
suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi di
dalam suatu media yang mengandung berbagai macam zat . Di dalam lateks
mengandung 25-40% bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-75% serum yang
terdiri dari air dan zat yang terlarut. Bahan karet mentah mengandung 90-95%
karet murni, 2-3% protein, 1-2% asam lemak, 0.2% gula, 0.5% jenis garam dari
Na, K, Mg, Cn, Cu,Mn dan Fe. Partikel karet tersuspensi
atau tersebar secara merata dalam serum lateks dengan ukuran 0.04-3.00 mikron
dengan bentuk partikel bulat sampai lonjong .
Komponen Lateks
Lateks merupakan emulsi kompleks yang mengandung protein, alkaloid, pati, gula, (poli)terpena, minyak, tanin, resin, dan gum. Pada banyak tumbuhan lateks biasanya
berwarna putih, namun ada juga yang berwarna kuning, jingga, atau merah.
Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen pertama adalah
bagian yang mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan yang terkandung secara
merata yang disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang terlarut dalam air,
seperti protein, garam-garam mineral, enzim dan lainnya termasuk ke dalam
serum. Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan, terdiri dari
butir-butir karet yang dikelilingi lapisan tipis protein. Bahan bukan karet
yang jumlahnya relatif kecil ternyata mempunyai peran penting dalam
mengendalikan kestabilan sifat lateks dan karetnya. Lateks merupakan suspensi
koloidal dari air dan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalamnya.
Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak larut sempurna, melainkan
terpencar secara homogen atau merata di dalam air . Partikel karet di
dalam lateks terletak tidak saling berdekatan, melainkan saling menjauh karena
masing-masing partikel memiliki muatan listrik. Gaya tolak menolak muatan
listrik ini menimbulkan gerak brown. Di dalam lateks, isoprene diselimuti oleh
lapisan protein sehingga partikel karet bermuatan listrik
Kadar Karet Kering (KKK) adalah kandungan padatan karet per satuan berat (%). KKK lateks atau bekuan sangat penting
untuk diketahui karena selain dapat digunakan sebagai pedoman penentuan harga
juga merupakan standar dalam pemberian bahan kimia untuk pengolahan RSS, TPC
dan lateks pekat. Kadar karet kering pada lateks tergantung dari beberapa
faktor antara lain jenis klon, umur pohon, waktu penyadapan, musim, suhu udara
serta letak tinggi dari permukaan laut. Pengolahan lateks segar didahului dengan penetapan kadar karet kering.
Kadar karet kering adalah jumlah karet yang terdapat dalam lateks. Kadar karet kering diperlukan untuk
menentukan jumlah bahan yang dibutuhkan dalam proses pengolahan dan taksasi
produksi karet olahan.
Pengetahuan akan kadar karet kering juga digunakan
dalam pengenceran lateks. Pengenceran
ini bertujuan untuk mendapatkan keseragaman hasil, memudahkan pencampuran
bahan, dan memudahkan proses penggilingan lateks beku. Penentuan
kadar karet kering lateks cara kebun merupakan cara yang praktis dan umum
digunakan di perkebunan berpengalaman, dengan faktor koreksi dari rata-rata
data sebelumnya kebun bersangkutan.
Untuk tingkat ketelitian penentuan kadar karet kering dapat dilakukan
dengan metode laboratorium.
Lateks adalah sistem koloid yang kompleks terdiri dari partikel karet sebagai fase disperse dan bahan bukan karet sebagai medium disper...
Pengolahan karet alam
Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam
lateks masih berupa
cairan, tetapi setelah kira-kira 8 jam lateks mulai mengental dan
selanjutnya membentuk gumpalan
karet. Penggumpalan dapat dibagi 2 yaitu :
- Penggumpalan spontan
- Penggumpalan buatan
Penggumpalan spontan biasanya disebabkan oleh pengaruh
enzim dan bakteri,
aromanya sangat berbeda dari yang segar dan pada hari berikutnya akan
tercium bau yang
busuk. Sedangkan penggumpalan buatan biasanya dilakukan dengan penambahan asam.
Prakoagulasi terjadi
karena kemantapan bagian
koloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian-bagian koloidal
ini kemudian menggumpal menjadi satu dan
membentuk komponen yang berukuran lebih besar. Komponen koloidal yang
lebih ini akan membeku. Inilah yang menyebabkan
terjadinya prakoagulasi. Getah karet
atau lateks sebenarnya merupakan suspensi koloidal dari
air dan bahan-bahan kimia yang
terkandung didalamnya.
Bagian-bagian yang terkandung
tersebut tidak larut
sempurna, melainkan
terpencar secara homogen atau merata di dalam air. Partikel-partikel
koloidal ini sedemikian kecil dan halusnya sehingga dapat menembus
saringan. Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen pertama adalah bagian yang mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata, biasa disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang larut dalam air, seperti protein, garam-garam mineral, enzim dan lain-lain termasuk ke dalam serum. Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan atau dipancarkan. Komponen kedua ini terdiri dari butir-butir karet yang dikelilingi lapisan tipis protein. Sebenarnya sistem koloidal bisa dipertahankan agak lama sampai satu hari lebih, sebab bagian-bagian karet yang dikelilingi oleh lapisan tipis sejenis protein mempunyai kestabilan sendiri. Stabilisatornya adalah lapisan protein yang mengelilingi tersebut. Berkurangnya kestabilan sistem koloida ini menyebabkan terjadinya prakoagulasi.
terpencar secara homogen atau merata di dalam air. Partikel-partikel
koloidal ini sedemikian kecil dan halusnya sehingga dapat menembus
saringan. Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen pertama adalah bagian yang mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata, biasa disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang larut dalam air, seperti protein, garam-garam mineral, enzim dan lain-lain termasuk ke dalam serum. Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan atau dipancarkan. Komponen kedua ini terdiri dari butir-butir karet yang dikelilingi lapisan tipis protein. Sebenarnya sistem koloidal bisa dipertahankan agak lama sampai satu hari lebih, sebab bagian-bagian karet yang dikelilingi oleh lapisan tipis sejenis protein mempunyai kestabilan sendiri. Stabilisatornya adalah lapisan protein yang mengelilingi tersebut. Berkurangnya kestabilan sistem koloida ini menyebabkan terjadinya prakoagulasi.
Pragulasi adalah kondisi lateks yang tidak stabil sebelum sampai di pabrik
pengolahan karet yang ditandai dengan lateks membubur sampai menggumpal
menyebabkan penurunan mutu karet yang akan dihasilkan.
Faktor-faktor yang menyebabkan
prakoagulasi lateks :
1.
Pengenceran oleh air hujan
Menyebabkan
penurunan tekanan osmosis pada serum sehingga tekanan osmosis
dalam b-serum lebih besar mengakibatkan pecahnya membram partikel lutoida.
2.
Kotoran
Kotoran banyak
mengandung ion logam elektrolit seperti Ca, Mg, Fe yang
menyebabkan
penurunan elektropotensial dan pembentukkan garam-garam di
dalam lateks
serta menjadi aktivasi/katalis proses ionisasi lateks
3.
Fisik-Mekanis
Guncangan selama pengangkutan dan terik panas matahari langsung
menyebabkan
denaturasi
protein dalam serum lateks.
4.
Intensitas Sadap
Intensitas sadap
tinggi menyebabkan penurunan kadar karet kering. Banyaknya
serum yang mengandung karbohidrat dan protein
meningkatkan aktifitas bakteri di
dalam
lateks.
5.
Infeksi jasad renik
Kandungan karbohidrat dan protein di dalam lateks menjadikan media
pertumbuhan dan perkembangan biak yang baik bagi bakteri.
6.
Aktifitas Enzim
Enzim di dalam
lateks seperti fosfolipase, protease bersifat enzimatik yang dapat
menguraikan
protein pelindung sistem koloida lateks.
Kerja enzim dapat menjadi
lebih cepat
dengan adanya ion-ion logam yang tercampur di dalam lateks.
7.
Keadaan tanaman
Tanaman yang
masih muda atau tua menghasilkan lateks yang tidak stabil.
Tanaman muda
menghasilkan lateks dengan KKK rendah dan tanaman tua
menghasilkan
lateks dengan KKK tinggi.
Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih berupa cairan, tetapi setelah kira-kira 8 jam lateks mulai mengental ...
Bioteknologi Pertanian : Aklimatisasi
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kultur jaringan
adalah teknik pengisolasian bagian tanaman seperti organ jaringan sel dan
produksi yang selanjutnya ditumbuhkan dalam media buatan secara aseptik
sehingga bagian tersebut beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Pelaksanaan
teknik kultur jaringan ini berdasarkan teori sel seperti yang ditemukan oleh
scheiden dan schwann, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan
mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotesi adalah kemampuan setiap sel, dari
mana saja sel tersebut diambil, apabila diletakan dalam lingkungan yang sesuai
akan dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna (Hendaryono & Wijayani
1994).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
untuk keberhasilan kultur jaringan yaitu bahan sterilisasinya, kandungan unsur
kimia dalam media, hormon yang digunakan, substansi organik yang ditambahkan
dan terang atau gelapnya saat inkubasi. Dari sekian banyak permasalahan, yang
harus diteliti dan diperhatikan adalah sterilisasi eksplan yang ingin
dikulturkan, karena sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya (Daisy 1994).
1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan praktikum ini antara lain :
- Mahasiswa dapat melihat dan membandingkan proses sterilisasi eksplan.
- Mahasiswa juga dapat mengetahui pentingnya sterilisasi eksplan pada media.
II.
TEORI
Aklimatisasi
adalah proses penyesuaian planlet dari kondisi mikro dalam botol (heterotrof) ke kondisi lingkungan luar
(autotrof). Planlet yang dipelihara dalam keadaan steril dalam lingkungan
(suhu dan kelembaban) optimal, sangat rentan terhadap lingkungan luar
(lapang). Planlet yang tumbuh dalam kultur di laboratorium
memiliki karakteristik daun yang berbeda dengan planlet
yang tumbuh di lapang. Daun dari planlet pada umumnya memiliki stomata yang
lebih terbuka, jumlah stomata tiap satuan luas lebih banyak, dan sering tidak memiliki
lapisan lilin pada permukaannya. Dengan demikian, planlet sangat rentan terhadap
kelembaban rendah. Mengingat sifat-sifat tersebut, sebelum ditanam di lapang, planlet
memerlukan aklimatisasi. Aklimatisasi dapat dilakukan di rumah kaca atau pesemaian,
baik di rumah kaca atau pesemaian. Dalam aklimatisasi, lingkungan tumbuh (terutama
kelembaban) berangsur-angsur disesuaikan dengan kondisi lapang.
Pemindahan
dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup
digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit
karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan
udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara
bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama
dengan pemeliharaan bibit generatif.
III.
METODE PELAKSANAAN
3.1
Waktu
dan Tempat
Praktikum dilakukan pada tanggal 20 Januari 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan Politeknik Negeri Lampung.
3.2
Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain pinset panjang, gelas piala, baskom plastik,
nampan, dan sungkup plastik.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain eksplan anggrek, fungisida, pecahan
bata, media tanam (pakis cacah).
3.3
Prosedur
Kerja
1.
Keluarkan
planlet dari botol kultur dengan hati-hati, jika sulit, masukan air lebih dulu
supaya agar media kultur lepas dari botol.
2.
Letakan
planlet pada nampan dan cuci botol kultur.
3.
Sterilisasi
media tanam dengan menggunakan fungisida.
4.
Masukkan
pecahan bata kedalam pot hingga ¼ bagian dan pakis cacah hingga penuh.
5.
Kemudian
tanam eksplan anggrek pada media yang tersedia.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aklimatisasi merupakan kegiatan
akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet
dari lingkungan yang terkontrol ke kondisi lingkungan tak terkendali, baik
suhu, cahaya, dan kelembaban. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan
tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan
dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi
tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik.
Perubahan kondisi lingkungan yang
drastis, dari lingkungan terkontrol ke tidak terkontrol, dari suhu relatif stabil
ke suhu lingkungan yang fluktuatif, dari kelembapan tinggi ke rendah dan
fluktuatif, dan dari cahaya rendah ke cahaya tinggi pada umumnya menyebabkan
tanaman mudah mengalami cekaman atau stres, kehilangan air, layu, dan mati Oleh
karena itu, proses aklimatisasi perlu dilakukan secara bertahap, seperti yang
diterapkan Winarto (2002) pada anyelir. Aklimatisasi akan membantu tanaman
beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan
intensitas cahaya.
V.
KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah
dipaparkan dan tinjauan pustaka yang dilakukan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa aklimatisasi planlet di rumah aklimatisasi
merupakan tahap penting dalam proses kultur jaringan. Tahap ini sering kali
menjadi titik kritis dalam aplikasi teknik kultur jaringan. Aklimatisasi
diperlukan karena tanaman hasil kultur jaringan umumnya memiliki lapisan lilin
tipis dan belum berkembang dengan baik, sel-sel dalam palisade belum berkembang
maksimal, jaringan pembuluh dari akar ke pucuk kurang berkembang, dan stomata
sering kali tidak berfungsi, yaitu tidak dapat menutup pada saat penguapan
tinggi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kultur jaringan adalah teknik pengisolasian bagian tanaman seperti or...
Langganan:
Postingan (Atom)
Popular Posts
My Blog List
About Me
Copyright 2013 (c) eNews